KRITIK SASTRA DAN ESAI " KEDUNG ADEM" KARYA m. SHOIM ANWAR
KEDUNG
ADEM
saat kedung adem mengeringkan rumpun bambumu
telaga telah mengaga dahaga
kukayuh pedal mencari sisa hujan
di celah senyum yang tak jua rekah
bekisarmu tak lagi berkokok
sangkar di teras telah lama menunggu
dan ketika hujan datang seperti cinta yang kemaruk
telaga-telaga meluapkan asmaranya
rumpun merimbun bersama rebung
bekisar di teras rumahmu melagu merdu
tapi aku takut mengayuh pedal kembali
luapan itu bisa melelapkanku di dasar kali
adakah kau masih menyimpan janji ....
telaga telah mengaga dahaga
kukayuh pedal mencari sisa hujan
di celah senyum yang tak jua rekah
bekisarmu tak lagi berkokok
sangkar di teras telah lama menunggu
dan ketika hujan datang seperti cinta yang kemaruk
telaga-telaga meluapkan asmaranya
rumpun merimbun bersama rebung
bekisar di teras rumahmu melagu merdu
tapi aku takut mengayuh pedal kembali
luapan itu bisa melelapkanku di dasar kali
adakah kau masih menyimpan janji ....
KRITIK:
Puisi
Kedung Adem mempunyai banyak majas metafora. Dengan pengertian, metafora
adalah meletakkan sebuah objek yang bersifat sama dengan pesan yang ingin
disampaikan dalam bentuk ungkapan pada setiap kata yang ada
pada puisi tersebut. Misalnya saja pada kata “rumpun” telah terjadi sebuah objek yang
bersifat sama dengan pesan kata “sekelompok
tumbuhan yang tumbuh anak-beranak seakan-akan mempunyai akar yang sama”,
kata “telaga” telah terjadi sebuah objek yang
bersifat sama dengan pesan kata “danau”,
kata “berkisarmu” telah terjadi sebuah objek yang
bersifat sama dengan pesan kata “berputarmu”. Lalu, penyair menggambarkan tentang
Komentar
Posting Komentar